Kejadian malang harus dialami Ronan O’Connell, jurnalis juga juga fotografer wisata dengan syarat . Nasib perjalanannya ke Los Angeles, Amerika Serikat (AS) terombang-ambing selama 46 jam.
Meski O’Connell sudah pernah terbang ratusan kali selama 10 tahun, tetapi pengalaman terombang-ambing tanpa kepastian baru dialaminya.
Mengutip The Straits Times, O’Connell menceritakan pengalamannya itu. Cerita dimulai pada tengah malam 31 Agustus lalu di tempat area Perth, Australia. Kala itu, ia mendapatkan kabar bahwa pesawat yang digunakan mana akan ditumpanginya, Philippine Airlines, membatalkan jadwal penerbangan.
Ia mencoba menghubungi Philippine Airlines untuk memesan penerbangan berikutnya, tapi nihil jawaban.
Esok hari, ia mendapat respons yang dimaksud digunakan berisi pemesanan penerbangan Perth-Los Angeles. Tapi lagi-lagi, O’Connell mendapat kabar pembatalan jadwal penerbangan. Hasil berkonsultasi dengan staf maskapai disebutkan bahwa pesawat mengalami kesulitan mekanis hingga tak ada jaminan kapan ia dapat berangkat.
Tak mau kehabisan akal, O’Connell mengambil penerbangan Manila-Los Angeles pada 2 September, keesokan harinya. Namun sebelumnya, ia harus mencari cara agar dapat segera sampai ke Manila, Filipina tepat waktu.
O’Connell pun mengeluarkan kocek senilai US$640 atau sekitar Rp10 jt untuk memesan tiket penerbangan menuju Manila melalui Kuala Lumpur, Malaysia.
Nasib malang terus menghampiri O’Connell. Setibanya pada tempat Bandara Perth, ia mendapatkan kabar bahwa penerbangan Perth-Kuala Lumpur tertunda hingga beberapa jam yang mana mana kemudian berujung pembatalan.
Berkali-kali mencari solusi lewat penerbangan lain, berkali-kali pula ia menerima kabar pembatalan jadwal penerbangan. Ia berada dalam area Bandara Perth selama tujuh jam kemudian menghadapi kenyataan bahwa ketiga tiket pesawat yang digunakan digunakan dipesannya terus dibatalkan.
O’Connell kehabisan akal. Ia harus berada di tempat dalam Los Angeles secepatnya. Ia pun memohon Philippine Airlines untuk bertanggung jawab dengan memesankan maskapai lain untuk keberangkatannya.
![]() |
Setelah melalui berbagai negosiasi, ia akhirnya dipindahkan ke Singapore Airlines serta berakhir sampai ke Los Angeles walau harus melalui Singapura lalu Tokyo.
Perjalanan penuh gejolak ini dirasa O’Connell ibarat pelajaran tersendiri. Karena tragedi ini, ia terlambat 30 jam tiba dalam LA lalu merugi hingga US$1.200 atau sekitar Rp18,8 juta.
Dari apa yang yang dialaminya, O’Connell memberikan beberapa saran bagi siapa pun yang tersebut mana hendak bepergian menggunakan pesawat. Pertama, ia menyarankan agar memesan tiket langsung kepada maskapai kemudian tidaklah ada melalui pihak ketiga.
Pasalnya, ketika ada hal tiada terduga seperti yang digunakan yang disebut dialami O’Connell, penumpang bisa saja cuma memohonkan pertanggungjawaban maskapai secara langsung.
Kedua, apabila penerbangan dibatalkan, mengajukan permohonan pertanggungjawaban maskapai dengan memerhatikan hak-hak penumpang, seperti pengembalian dana atau pengalihan ke penerbangan lain.
Ketiga, memeriksa kebijakan pembatalan ketika memesan hotel. Sebisa mungkin memilih hotel yang mana menyediakan pembatalan gratis hingga 48 jam sebelum check-in agar meminimalkan kerugian secara finansial jika penerbangan batal.
Keempat, bukan menciptakan jadwal penerbangan kaku serta padat, untuk meringankan dampak pembatalan atau penundaan terbang.
Kelima, O’Connell juga menyarankan untuk bersikap ramah lalu sopan kepada pekerja customer service. Menurutnya, selain merek berhak diperlakukan seperti itu, mereka itu itu adalah pihak yang digunakan mana akan membantu memindahkan penerbangan jika terjadi pembatalan atau penundaan.